langit barat belum berwarna jingga
dan siang baru usai bercengkrama.
di putaran, matahari duduk bersila
tersenyum pada wajah - wajah ceria
menebar benih emas dimuka bumi.
di sana,
di tempat yang tak terlihat oleh matahari.
pria tua itu duduk menekur
kepalanya tergolek diantara lututnya.
lelah dan berat menumpuk dipunggungnya.
bersembunyi dari tatapan nanar matahari
seakan ia ejekan
dalam sejarah,
sejarah yang ia tulis
sejarah yang tersimpan dimata cekungnya
ketika ia lupa tentang makna kefanaan.
namun,
ketika ia sadar tentang makna kehilangan
tanah berpijak berpaling dari sinaran.
pria tua itu,
mengikat kakinya pada bumi
meletakkan langit di atas punggungnya
tangannya gemetar memeluk nyawa.
sebagai yang pernah perkasa,
ia menyesal mengejar fatamorgana.
sebagai yang telah renta,
ia masih belum siap untuk sekarat
Sanggulan, 2012